Senin, 10 Maret 2014

SESUATU YANG TERTUNDA



one day - 10 Juni 2001,

Ayuninda menatap sosok pemuda yang duduk di halte bis itu dengan matanya yang berkaca-kaca, dari balik kaca mobilnya yang kian buram terkena rinai hujan. Sejam yang lalu ia di sana menantikan pemuda tersebut, namun entah apa yang menghalanginya. Seharusnya ia kini membuka pintu mobil, dan berjalan menghampirinya, karena ia tahu itu yang seharusnya ia lakukan. Tetapi Ayuninda tak bergeming dari tempat duduknya.

Pemuda yang tampak basah kuyup itu menyeka tetesan hujan yg membasahi wajahnya, membersihkan kacamatanya yang juga basah sambil tetap memeluk sesuatu yang terbungkus plastik hitam. Dari guratan yang tergambar di wajahnya tampak sekali ia gelisah, menantikan seseorang. Seseorang yang begitu berarti di hidupnya, seseorang yang seharusnya menerima sesuatu yang kini di pegangnya, seseorang yang sejak tiga bulan lalu mengisi hari-hari sunyinya dengan keceriaan penuh canda tawa. Seseorang itu bernama Ayuninda yang tanpa di ketahuinya telah sejak tadi berada di sana, menatapnya.

Sementara gadis cantik berjilbab putih bernama ayuninda itu, sesekali menarik nafas panjang, di hembuskannya lagi. Betapa ia enggan memalingkan pandangannya dari sosok pemuda di halte.

"kak dev.. maafin nda, kak. Nda sebenarnya ingin menemui kakak, meski sekedar mengucapkan kata-kata perpisahan. Tapi nda benar-benar nggak sanggup, nggak sanggup.. Hiks.. ", ayuninda membatin. Perih hatinya kalau mengingat kejadian itu, kata-kata mama yang walau cuma dia yang mendengar, karena memang dev sudah pulang dari rumahnya, “kamu dengar ya, nda. Mama tidak suka kamu bergaul dengan dev itu, kerjanya tidak jelas, pendidikannya pun cuma tamatan smp, sedang kamu? Setelah lulus ini kamu akan mama kirimkan ke Australia. Jadi buat apa bergaul dengan dev, nggak membawa manfaat apa-apa buat kamu. paham”. Ya, mama yang selalu memaksakan kehendaknya itu telah memberinya perintah yang tak boleh di bantah.

Berkali-kali pemuda berkacamata yang bernama dev melihat jam di tangan kanannya. Sesekali ia menoleh ke jalan raya, berharap seseorang yang di tunggunya datang, ya.. Ayuninda tentu saja, siapa lagi?. Masih segar dalam ingatannya, tiga bulan yang lalu ia bertemu dengan Ayuninda di sini, di halte ini. Ia tengah menunggu angkot yang akan membawanya pulang ke telukbetung, rumahnya. Saat itu duduk di sebelahnya seseorang berseragam sma, berjilbab, sama-sama menunggu angkot.

“kemana dik”
“nunggu jemputan, kak. kakak sendiri?”
“hmm mau pulang ke teluk”
“ooh..”

Sejenak kembali kebisuan tercipta, dan tak lama sebuah innova berhenti di situ, gadis berjilbab tadi bangun dan menoleh kearah dev, “saya duluan, kak”, dev mengangguk, mobil itu pun berlalu.

Tiba-tiba matanya tertuju pada tempat duduk gadis tadi, dompetnya terjatuh, itulah awal segalanya...

Bayangan demi bayangan kenangannya dengan Ayuninda timbul tenggelam silih berganti, tanpa terasa hujan mulai mereda, dev bangkit dari duduknya. Ia putus asa, Ayuninda takkan datang, fikirnya. Di letakkannya bungkusan plastik hitam itu, ia tak berniat membawanya kembali. Perlahan ia berjalan pergi meninggalkan halte yang sunyi, dan menghilang di ujung jalan.

Ayuninda yang masih berada didalam mobil segera keluar dan berlari ke arah halte, diambilnya bungkusan tersebut, dibukanya. Sebuah lukisan hitam putih yang indah, itu lukisan wajah ayuninda, dev melukisnya. Dan ada sebentuk kartu merah muda terselip...

“dear ayu, lukisan ini sengaja kakak buat untukmu, agar kamu tetap ingat sama kakak. Kakak sayang sama ayu sudah seperti sama adik sendiri. Btw kakak tahu semuanya, waktu itu kakak masih di teras rumahmu, jadi kata-kata mamamu kakak dengar semua, apa yang mama kamu bilang itu benar, tetap semangat ya dik untuk meraih citamu, hmm mau ke australia ya? Makin jauh aja, semoga kamu betah di sana. Peluk cium kakak, dev karan khan”.

Ayuninda tak kuasa membendung lagi airmatanya yang sejak tadi ia tahan, ia menyesal, kenapa tadi ia tak turun saja menemuinya? Dev telah hilang dari pandangannya, mungkin buat selamanya. Ayuninda melirik jam tangannya, sudah waktunya, mama dan papa tentu sudah menunggunya di bandara.

The end.

Bandarlampung, 31 agustus 2013.

cerpen ini dev dedikasikan untuk seseorang bernama Gema Cipta Mutiara, yang telah pergi menggapai cita-citanya ke australia pada 2001 silam.... .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar