Siapa namanya, di mana rumahnya, anak siapa? Semua pertanyaan itu tinggallah pertanyaan. Bukan karena saya tidak bisa mencari tahu jawabannya, tetapi sengaja saya tak mau tahu hal itu, biar tetap misterius saja. Bukankah sesuatu yang masih misterius slalu menarik?
Dia hanyalah seorang anak laki-laki berusia sekitar 10 tahunan, jelas bukan anak gelandangan, dia punya keluarga, tetapi tinggalnya dimana saya tak tahu. Setiap menjelang maghrib ia datang ke mushollaku, selalu hadir dengan senyum cerianya yang selalu tampak berseri, tak tersirat beban hidup ddi guratan senyum itu, hanya kebahagiaan yang tampak.
Nyaris tiap maghrib ia datang, walau sesekali pada siang hari saya melihatnya bermain dengan sepeda kesayangannya. Padahal murid-muridku sendiri tak satu pun yang mau datang sholat berjama’ah maghrib di musholla ini, malah beberapa kali sempat kudengar saat mengimami sholat seorang muridku yang lumayan bandel meledek anak laki-laki yang jadi makmum tetapku itu, namanya juga anak-anak yang belum memahami syari’at, terkadang ia juga tergoda untuk balas meledek muridku, jadilah aksi ledek-meledek itu lumayan gaduh untuk mengganggu kekhusyuanku, tetapi di bathin kuhanya tersenyum, lagi-lagi namanya anak-anak, biarlah ia memahami sebatas yang ia fahami, seiring berjalannya waktu ia pun akan faham juga, bagiku keistiqamahan anak laki-laki itu untuk rutin berjama’ah denganku jauh lebih penting, ia datang tanpa kuminta, ia istiqamah tanpa kupaksa. Hal ini benar-benar menyadarkanku pada ayat yang menerangkan bahwa tugas kita sebagai da’i hanyalah menyampaikan, masalah mad’u mau menerima hidayah atau tidak sepenuhnya haq prerogatif Alloh semata.
Terkadang sedikit demi sedikit kumasukkan pemahaman agama padanya, karena awal-awal ia datang dan berjama’ah denganku ia hanya memakai pakaian seadanya, maka mulailah kuajarkan ia kerapihan untuk mulai mengenakan baju koko, peci, dll. Sesekali ia yang mengumandangkan iqamah walau awalnya ia terlihat malu-malu.
Mungkin ada yang bertanya, apakah keributan saling ledek yang terkadang terjadi antara muridku dengan dia tidak mengganggu jama’ah lainnya? Hal ini kujawab tentu saja tidak. Karena jama’ah sholatku cuma anak itulah satu-satunya.
Beginilah nasib musholla di perumahan orang-orang kaya, masih ingat dengan kisahku tentang SEDAN HITAM DI HALAMAN MUSHOLLA? pemilik sedan itu kutahu adalah orang satu komplek sini juga, namun beginilah hidup di perumahan, sangat individualis. Apalagi di jalan besar ada masjid yang besar dengan fasilitas full ac, sedang di kampung sebelah juga sudah ada musholla. Maka jadilah mushollaku sepi jama’ah. Terasa berat untuk menghidupkan syiar islam di sini, maka adanya anak laki-laki misterius itu benar-benar jadi penghibur sekaligus pengobat kesedihanku. Di antara warga kompleks ini hanya keluarga pak RT saja yang sekali-kali ikut berjama’ah sholat fardhu. Pak RT tak bisa kontinyu karena selain di sibukkan dengan aktivitasnya dia juga harus berbagi dengan masjid raya jalan seberang, karena dia termasuk pengurus di sana, dan di musholla ini juga dia adalah ketua mushollanya.
Itulah kisah kecil tentang anak lelaki misterius yang sampai tulisan ini di buat masih setia datang dan bermakmum sholat maghrib denganku. Hanya doaku untuk dia, semoga Alloh menjadikannya istiqamah menjaga sholat, dan kelak menjadi anak yang sholih. Aamiin yaa Robbal 'aalamiin.
bandar lampung, 21 Oktober 2013
Dia hanyalah seorang anak laki-laki berusia sekitar 10 tahunan, jelas bukan anak gelandangan, dia punya keluarga, tetapi tinggalnya dimana saya tak tahu. Setiap menjelang maghrib ia datang ke mushollaku, selalu hadir dengan senyum cerianya yang selalu tampak berseri, tak tersirat beban hidup ddi guratan senyum itu, hanya kebahagiaan yang tampak.
Nyaris tiap maghrib ia datang, walau sesekali pada siang hari saya melihatnya bermain dengan sepeda kesayangannya. Padahal murid-muridku sendiri tak satu pun yang mau datang sholat berjama’ah maghrib di musholla ini, malah beberapa kali sempat kudengar saat mengimami sholat seorang muridku yang lumayan bandel meledek anak laki-laki yang jadi makmum tetapku itu, namanya juga anak-anak yang belum memahami syari’at, terkadang ia juga tergoda untuk balas meledek muridku, jadilah aksi ledek-meledek itu lumayan gaduh untuk mengganggu kekhusyuanku, tetapi di bathin kuhanya tersenyum, lagi-lagi namanya anak-anak, biarlah ia memahami sebatas yang ia fahami, seiring berjalannya waktu ia pun akan faham juga, bagiku keistiqamahan anak laki-laki itu untuk rutin berjama’ah denganku jauh lebih penting, ia datang tanpa kuminta, ia istiqamah tanpa kupaksa. Hal ini benar-benar menyadarkanku pada ayat yang menerangkan bahwa tugas kita sebagai da’i hanyalah menyampaikan, masalah mad’u mau menerima hidayah atau tidak sepenuhnya haq prerogatif Alloh semata.
Terkadang sedikit demi sedikit kumasukkan pemahaman agama padanya, karena awal-awal ia datang dan berjama’ah denganku ia hanya memakai pakaian seadanya, maka mulailah kuajarkan ia kerapihan untuk mulai mengenakan baju koko, peci, dll. Sesekali ia yang mengumandangkan iqamah walau awalnya ia terlihat malu-malu.
Mungkin ada yang bertanya, apakah keributan saling ledek yang terkadang terjadi antara muridku dengan dia tidak mengganggu jama’ah lainnya? Hal ini kujawab tentu saja tidak. Karena jama’ah sholatku cuma anak itulah satu-satunya.
Beginilah nasib musholla di perumahan orang-orang kaya, masih ingat dengan kisahku tentang SEDAN HITAM DI HALAMAN MUSHOLLA? pemilik sedan itu kutahu adalah orang satu komplek sini juga, namun beginilah hidup di perumahan, sangat individualis. Apalagi di jalan besar ada masjid yang besar dengan fasilitas full ac, sedang di kampung sebelah juga sudah ada musholla. Maka jadilah mushollaku sepi jama’ah. Terasa berat untuk menghidupkan syiar islam di sini, maka adanya anak laki-laki misterius itu benar-benar jadi penghibur sekaligus pengobat kesedihanku. Di antara warga kompleks ini hanya keluarga pak RT saja yang sekali-kali ikut berjama’ah sholat fardhu. Pak RT tak bisa kontinyu karena selain di sibukkan dengan aktivitasnya dia juga harus berbagi dengan masjid raya jalan seberang, karena dia termasuk pengurus di sana, dan di musholla ini juga dia adalah ketua mushollanya.
Itulah kisah kecil tentang anak lelaki misterius yang sampai tulisan ini di buat masih setia datang dan bermakmum sholat maghrib denganku. Hanya doaku untuk dia, semoga Alloh menjadikannya istiqamah menjaga sholat, dan kelak menjadi anak yang sholih. Aamiin yaa Robbal 'aalamiin.
bandar lampung, 21 Oktober 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar