Rabu, 13 Agustus 2014

DAN AKHIRNYA CINTA

Sore hari sesudah hujan deras yang mengguyur pahoman, menyisakan udara yang terasa dingin menusuk kulit. Di teras ini dalam suasana yang sunyi berteman sebatang rokok lintingan, kata demi kata kuketikkan di microsoft word 2007.

Di tulisanku yang lalu sudah saya jelaskan betapa inginnya saya menjadi penulis, memiliki kebiasaan menulis sampai akhirnya gelar “bestseller” kuraih.

Tetapi cukupkah semua itu hanya dengan kata ingin, sedang berusaha istiqamah menuliskan apa saja terasa berat? Tak mudah rasanya untuk bisa menjadikan kebiasaan menulis ini mendarah daging. Sampai pada satu waktu saya sadari satu hal bahwa jauh di lubuk hati yang terdalam saya benci menulis. Aneh kan? Ya tentu saja aneh, bagaimana mungkin saya akan menjadi penulis terkenal sementara saya sendiri tak suka menulis, bagaimana mungkin membangun kebiasaan dan karakter menulis kalau tiap kali ingin menulis di hinggapi rasa enggan yang begitu berat.

Lalu saya pun mulai menyadari bahwa kebiasaan, apapun itu terbangun atas dasar suka. Tidak akan kita melakukan satu hal pun tanpa ada dorongan rasa suka di sana. Lantas terjawablah kalau sejatinya saya belum benar-benar menyukai atau mencintai apa yang ingin saya raih, kalau pun rasa suka itu ada pasti ada hal lain yang lebih saya sukai sampai – sampai memalingkan saya dari menulis.

Dan akhirnya cintalah yang jadi jawabannya. Setinggi apapun cita-cita jika tidak dilandasi rasa cinta niscaya takkan pernah tergapai. Demikian pula halnya dalam membangun kebiasaan menulis haruslah di dasari rasa suka atau cinta, tanpa itu bisa di pastikan tekad hati tinggallah sekedar tekad, walaupun sudah mulai di jalankan pasti akan terputus juga di tengah jalan.

Lantas bagaimana saya akan mulai membangun pondasi kecintaan saya terhadap dunia tulis menulis? Menurut saya langkah awal yang tepat adalah mencari tahu manfaat apa dan keuntungan apa yang bisa di dapatkan dengan menulis, apabila langkah ini di jalani niscaya benih - benih kesukaan pada dunia tulis menulis akan mulai tumbuh, selanjutnya mulai pada langkah berikutnya.

Adapun setelah kita tahu manfaat dan keuntungan yang di dapat dari menulis, kita mulai masuk untuk terjun langsung dalam dunia kepenulisan. Tidak mungkin saya menjadi penulis hanya dengan menjadi pengamat semata. Mengamati itu baik kalau tujuannya menambah wawasan dan memperluas pengetahuan soal menulis, tetapi kalau berhenti sebatas mengamati jelas itu salah, harus ada tindakan kongkrit yang mengarah kepada kepenulisan. Diantaranya dengan mulai membuta karya, baik itu artikel, cerpen. Puisi, atau apalah yang penting mulai menulis. Juga dengan bergabung di grub-grub penulis, ini yang nantinya bisa menjadi pemicu, sebuah persaingan yang sehat. Apalagi kalau di tambah dengan mulai berani mengirimkan karya baik untuk diterbitkan atau sekedar masuk ajang perlombaan.

Sekali lagi yang ingin saya tekankan di sini adalah cinta, karena pada akhirnya cintalah yang menjadi pendorongnya, tanpa cinta... berhentilah bermimpi, karena itulah yang selama ini orang sebut sebagai  ‘mimpi di siang bolong’.


Pahoman Bandar Lampung, 12 agustus 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar