Rabu, 13 Agustus 2014

ISENG AJA

Deru ombak yang menghantam di sisi kapal menderu berbaur dingin angin malam di tengah lautan yang menghampar hitam, dev menatap jauh kedepan pada kegelapan, menikmati aroma laut yang menenangkan, beberapa orang yang lalu lalang di belakangnya seakan tak mengusiknya, ia begitu asik dengan pikirannya sendiri sampai tak di sadari, seorang gadis telah sama berdiri di dekatnya, di sisi kapal, sama-sama memandang jauh kedepan.

“sendirian, mas”, tanya gadis itu yang segera membuyarkan lamunan dev, sedikit gugup karena terkejut dev menoleh kesampingnya.

“Iya”, jawab dev singkat seraya melemparkan sesungging senyum bersahabat, gadis itu balas tersenyum padanya, dan dev baru menyadari bahwa sosok gadis yang kini sama-sama berdiri di sisinya adalah seorang gadis yang cantik dengan tebaran senyumnya yang menawan.

“nama saya dewi”, ia mengulurkan jemarinya.

“dev, senang bisa berkenalan sama kamu”, Dev merasakan sentuhan yang begitu halus, dengan kehangatan yang menjalari lengannya saat ia balas menjabat uluran tangan dewi, meski baru pertama jumpa sejujurnya dev terpesona akan kecantikan dewi yang tampak begitu anggun, dewi mengenakan almamater berwarna hijau dengan syal yang melingkar menutupi lehernya, yang melindungi dari dinginnya udara malam di laut. 

Rambutnya yang lurus panjang itu berkibar tersapu kencangnya angin, sesekali beberapa helainya menutupi wajahnya, yang segera di rapikan kembali oleh jemarinya yang lentik.

“kuliah di lampung ya?”, tanya dev

Dewi tak menjawab, hanya anggukan halus yang menandakan ia benar seorang mahasiswi, tak perlu bertanya dev tahu bahwa dewi kuliah di IAIN, tampak jelas terbaca dari almamaternya.

“asli tinggal di lampung juga ya, mas?”.

“iya. Di pahoman. Dewi sendiri?”

“saya di baruna jaya panjang, mas”

“ooh”


Selanjutnya dewi dan dev terlibat percakapan ringan, sesekali di selingi tawa oleh joke-joke kecil mereka, meski baru kenal mereka tampak sudah begitu akrab, dan seakan tak peduli dengan udara yang kian dingin mereka terus asik dan larut dalam perbincangan.

DI SUDUTKAN KENYATAAN

Mozilla firefox telah kututup, otomatis aku offline dari dunia maya bernama facebook setelah meluangkan waktu melike back teman-teman di facebook yang telah mampir likenya di status-statusku, kubuka new dokumen. Menonaktivkan touchpad dan mulai mengetikkan kata demi kata di lembaran putih microsoft word.

Saat kepala sedang di landa kebuntuan, sementara hati kecil ingin sekali menulis sesuatu, maka segalanya mulai mengalir begitu saja.

Keluar kata demi kata tanpa arah tujuan, mungkin hanya akan menjadi satu catatan yang tak pernah di baca siapa pun, karena toh isinya tidak menarik perhatian.

Kepalaku sendiri sedang terasa sakit, tetapi bukan sakit pada umumnya yang bila di minumkan paramex setablet langsung hilang, rasanya ini jenis sakit kepala yang berbeda.

Buah dari sikap bertahan dari tekanan, yang mana dengan bertahan akan terasa sakit sekali tetapi tak ada kemampuan untuk melawan apalagi berlari.

Seperti kata-kata yang ada dalam sebuah lagu milik padi “aku merasa di sudutkan kenyataan”. Mungkin itu ada benarnya.

Tak selamanya kecerdasan mampu menolong seseorang lepas dari beban penderitaan, tak selamanya adanya relasi sanggup menawarkan alternatif terbaik sebuah perubahan, tak selamanya impian yang kuat mampu menguatkan pemiliknya untuk meraihnya.

Lagi-lagi karena semata di sudutkan kenyataan. Banyak hal di luar diri kita yang benar-benar di luar kekuasaan dan kemampuan kita untuk merubahnya.

Ada yang bilang itulah saat Tuhan sedang menunjukkan kekuasaan-Nya, di mana pada haqiqatnya manusia itu lemah, manusia itu tidak punya daya upaya apa-apa selain yang di idzinkan dan di ridhai-Nya untuk terjadi.

Sudah lama saya mendengar ungkapan bernada nyinyir yang isinya “hidup tak semudah cocotnya ***** *****” hahaha, suka mau ketawa kalau ingat kata-kata itu. Kasar tapi memang itulah realitanya.

Kabar baiknya walaupun kenyataan sudah mati-matian menyudutkan kita, toh akan selalu ada sesuatu yang akhirnya membuat kita tersenyum bahkan tertawa terbahak-bahak.

Hal ini yang terkadang masih menguatkanku untuk tetap berdiri tegap dengan satu keyakinan. “tak ada beban yang overdosis”, demikian kata-kata aa gym senantiasa terngiang di telingaku yang mengingatkanku pada ayat “laa yukallifullaahu nafsan illaa wus’ahaa”.

Yaah catatan kosong yang mungkin tak bernilai ini hanyalah coretan iseng, pelepas kepenatan hidup yang lebih tepat di sebut... di sudutkan kenyataan.


Bandarlampung, sabtu dini hari. 21 juni 2014

DAN AKHIRNYA CINTA

Sore hari sesudah hujan deras yang mengguyur pahoman, menyisakan udara yang terasa dingin menusuk kulit. Di teras ini dalam suasana yang sunyi berteman sebatang rokok lintingan, kata demi kata kuketikkan di microsoft word 2007.

Di tulisanku yang lalu sudah saya jelaskan betapa inginnya saya menjadi penulis, memiliki kebiasaan menulis sampai akhirnya gelar “bestseller” kuraih.

Tetapi cukupkah semua itu hanya dengan kata ingin, sedang berusaha istiqamah menuliskan apa saja terasa berat? Tak mudah rasanya untuk bisa menjadikan kebiasaan menulis ini mendarah daging. Sampai pada satu waktu saya sadari satu hal bahwa jauh di lubuk hati yang terdalam saya benci menulis. Aneh kan? Ya tentu saja aneh, bagaimana mungkin saya akan menjadi penulis terkenal sementara saya sendiri tak suka menulis, bagaimana mungkin membangun kebiasaan dan karakter menulis kalau tiap kali ingin menulis di hinggapi rasa enggan yang begitu berat.

Lalu saya pun mulai menyadari bahwa kebiasaan, apapun itu terbangun atas dasar suka. Tidak akan kita melakukan satu hal pun tanpa ada dorongan rasa suka di sana. Lantas terjawablah kalau sejatinya saya belum benar-benar menyukai atau mencintai apa yang ingin saya raih, kalau pun rasa suka itu ada pasti ada hal lain yang lebih saya sukai sampai – sampai memalingkan saya dari menulis.

Dan akhirnya cintalah yang jadi jawabannya. Setinggi apapun cita-cita jika tidak dilandasi rasa cinta niscaya takkan pernah tergapai. Demikian pula halnya dalam membangun kebiasaan menulis haruslah di dasari rasa suka atau cinta, tanpa itu bisa di pastikan tekad hati tinggallah sekedar tekad, walaupun sudah mulai di jalankan pasti akan terputus juga di tengah jalan.

Lantas bagaimana saya akan mulai membangun pondasi kecintaan saya terhadap dunia tulis menulis? Menurut saya langkah awal yang tepat adalah mencari tahu manfaat apa dan keuntungan apa yang bisa di dapatkan dengan menulis, apabila langkah ini di jalani niscaya benih - benih kesukaan pada dunia tulis menulis akan mulai tumbuh, selanjutnya mulai pada langkah berikutnya.

Adapun setelah kita tahu manfaat dan keuntungan yang di dapat dari menulis, kita mulai masuk untuk terjun langsung dalam dunia kepenulisan. Tidak mungkin saya menjadi penulis hanya dengan menjadi pengamat semata. Mengamati itu baik kalau tujuannya menambah wawasan dan memperluas pengetahuan soal menulis, tetapi kalau berhenti sebatas mengamati jelas itu salah, harus ada tindakan kongkrit yang mengarah kepada kepenulisan. Diantaranya dengan mulai membuta karya, baik itu artikel, cerpen. Puisi, atau apalah yang penting mulai menulis. Juga dengan bergabung di grub-grub penulis, ini yang nantinya bisa menjadi pemicu, sebuah persaingan yang sehat. Apalagi kalau di tambah dengan mulai berani mengirimkan karya baik untuk diterbitkan atau sekedar masuk ajang perlombaan.

Sekali lagi yang ingin saya tekankan di sini adalah cinta, karena pada akhirnya cintalah yang menjadi pendorongnya, tanpa cinta... berhentilah bermimpi, karena itulah yang selama ini orang sebut sebagai  ‘mimpi di siang bolong’.


Pahoman Bandar Lampung, 12 agustus 2014

Senin, 11 Agustus 2014

Ye Qing

pertama kali mengenal Ye Qing di film man of taichi. tak perlu saya jelaskan panjang lebar siapa dia dan film apa saja yang telah di bintanginya, search aja di google :v . berikut ini adalah photo-photonya dalam pose yang menurut saya bagus.